Jakarta (ANTARA News) - Kardiologis dan pengamat perilaku Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta, Santoso Karo Karo Surbakti, mengatakan bahwa selama ini banyak mitos yang salah tentang darah tinggi atau hipertensi dalam masyarakat.
"Orang menganggap ada banyak keluhan dan tanda peringatan hipertensi, padahal tidak demikian. Hipertensi tidak memiliki keluhan dan tanda khas,
makanya disebut silent killer," katanya di Jakarta, Jumat.
Hasil studi menunjukkan, satu dari empat penderita hipertensi tidak tahu dirinya memiliki tekanan darah tinggi (lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg) dan kondisi ini dapat mengancam jiwa.
Ia menjelaskan, orang yang menderita hipertensi memang bisa mengalami gangguan berupa sakit kepala, nyeri dada, dan tengkuk kaku tapi gejala itu tidak bisa menjadi parameter tekanan darah tinggi.
"Tekanan darah tinggi tidak bisa diketahui dengan hal-hal itu, tapi harus diukur," katanya.
Ia menambahkan, hipertensi juga sering dianggap sebagai kondisi yang normal pada orang yang sudah tua padahal tidak demikian faktanya.
"Hipertensi itu tidak normal. Meskipun banyak orang tekanan darahnya diatas normal, hal itu tidak normal," katanya.
Menurut dia, tekanan darah seseorang dikatakan normal jika kurang dari 140/90 mmHg sehingga jika tekanan sudah mendekati 130-139/85-89 mmHg sudah harus dipantau supaya tidak meningkat menjadi darah tinggi.
Tekanan darah tinggi, kata dia, juga bukannya "tidak terlalu berbahaya karena tidak banyak yang meninggal dunia karenanya" seperti anggapan orang.
Fakta menunjukkan bahwa hipertensi sangat berbahaya dan mengakibatkan banyak orang meninggal dunia.
"Di Amerika misalnya, tiap dua menit satu orang meninggal dunia karena hipertensi atau komplikasinya," katanya.
Hipertensi, jelas dia, meningkatkan risiko gagal jantung, penyakit jantung koroner, demensia, kerusakan ginjal, dan stroke yang bisa berujung kematian.
"Seseorang dengan tekanan darah tinggi tidak harus menunggu bertahun-tahun sebelum terjadi komplikasi. Hipertensi bisa menyerang tanpa peringatan, dan serangan pertama bisa merupakan yang terakhir. Jadi mereka yang berisiko sebaiknya memeriksakan diri," katanya.
Ia menambahkan risiko hipertensi umumnya lebih tinggi pada orang yang mengalami kegemukan, perokok serta orang dengan asupan garam dan alkohol.
Selain melakukan pengobatan, dia menjelaskan, orang yang tekanan darahnya tinggi bisa menurunkan tekanan darah dengan melakukan perubahan gaya hidup.
"Yakni dengan menurunkan berat badan, lebih banyak mengonsumsi sayur dan buah, mengurangi asupan garam dan alkohol serta memperbanyak aktifitas fisik," demikian Santoso Karo Karo Surbakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar